Manfaat Teknologi Informasi dalam Bidang Ketahanan Pangan
Istilah teknologi informasi mulai
populer diakhir tahun 70-an. Pada masa sebelumnya istilah teknologi
informasi biasa disebut teknologi komputer atau pengolahan data
elektornik (elektronik data processing). Teknologi informasi
didefinisikan sebagai teknologi pengolahan dan penyebaran data
menggunakan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software),
computer, komunikasi, dan elektronik digital.
Perkembangan teknologi komunikasi di
Indonesia selalu berjalan dari masa ke masa. Sebagai Negara yang sedang
berkembang, selalu mengadopsi berbagai teknologi informasi hingga
akhirnya tiba di suatu masa di mana penggunaan internet mulai menjadi
“makanan” sehari-hari yang dikenal dengan teknologi berbasis intenet
(internet based technology).
Perkembangan teknologi informasi dalam
bidang pangan jelas dimungkinkan karena adanya pendidikan, penelitian
dan pengembangan di bidang pertanian terutama dalam peningkatan
produktivitas melalui penerapan varitas unggul, pemupukan, pemberantasan
hama dan penyakit, pola tanaman dan pengairan. Namun di sisi lain
perkembangan tersebut berdampak fatal, misalkan saja penggunaan
pestisida dalam pemberantasan hama ternyata dapat menyebabkan penyakit
dalam tubuh manusia.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia
yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia. Secara
internasional, Ketahanan Pangan didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
memungkinkan tiap individu memiliki akses yang cukup terhadap pangan
yang bergizi, sehat dan aman sehingga dapat menjalankan aktiivitas
kehidupannya dengan optimal. Undang-undang RI No. 7 tahun 1996 tentang
Pangan mendefinisikan Ketahanan Pangan sebagai kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman merata dan terjangkau. Meskipun
memiliki perbedaan, terutama pada subjeknya, kedua definisi di atas
memperlihatkan betapa luasnya dimensi ketahanan pangan.
Ketersediaan pangan terkait dengan usaha
produksi pangan, distribusi dan perdagangan termasuk penyelenggaraan
cadangan, ekspor dan impor. Akses penduduk terhadap pangan terkait
dengan kemampuan produksi pangan di tingkat rumah tangga, kesempatan
kerja dan pendapatan keluarga. Dalam kaitan ini, pangan bukan hanya
beras atau komoditas tanaman pangan (padi, jagung, kedele), tetapi
mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan dan hewan
termasuk ikan, baik produk primer maupun turunannya.
Dengan demikian pangan tidak hanya
dihasilkan oleh pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan
kehutanan, tetapi juga oleh industri pengolahan pangan. Selanjutnya,
pangan yang cukup tidak hanya dalam jumlah tetapi juga keragamannya,
sebagai sumber asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) dan
zat gizi mikro (vitamin dan mineral); untuk pertumbuhan, kesehatan, daya
tahan fisik, kecerdasan dan produktivitas manusia.
Begitu banyak kepentingan bermain di
dalam ketahanan pangan ini sehingga program-program dalam rangka
ketahanan pangan seringkali menjadi parsial dan belum membentuk orkestra
kegiatan yang harmonis. Padahal wadah untuk memainkan simfoni yang
harmonis telah tersedia, yaitu Dewan Ketahanan Pangan yang diketuai oleh
Presiden. Simfoni harmonis dapat dimainkan oleh orkestra Dewan
Ketahanan Pangan jika memiliki partitur yang optimal berdasarkan segenap
potensi yang ada dari semua sektor yang terlibat. Salah satu penyebab
masih parsialnya program-program ini adalah belum jelasnya
indikator-indikator tingkat impact dari setiap subsektor dalam mencapai status gizi yang optimal sebagai muara dari ketahanan pangan yang kuat.
Dalam mencapai tujuan tersebut di atas
terjadi pembagian peran dan tanggung jawab berbagai pihak yang
berkepentingan. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan,
pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup,
baik jumlah dan mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau
oleh daya beli masyarakat. Selanjutnya, masyarakat berperan dalam
menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan dan distribusi,
serta sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang aman dan
bergizi. Dalam perspektif inilah masyarakat bisnis turut bertanggung
jawab dalam membangun ketahanan pangan termasuk di dalamnya penumbuhan
kegiatan ekonomi yang menimbulkan income dan meningkatkan akses ekonomi terhadap pangan serta mendukung upaya diversifikasi pangan.
Berangkat dari kerangka di atas, tujuan
penulisan makalah ini adalah memberikan gambaran tentang peran
teknologi dalam membangun ketahanan pangan. Penekanan akan dilakukan
terhadap peran teknologi pangan dalam rangka pengembangan nilai komoditi
di sepanjang rantai nilainya. Oleh karena itu pembahasan dimulai
dengan pengertian-pengertian dasar, kerangka pengembangan dan pelajaran
dan pengalaman yang dapat ditarik berdasarkan kegiatan yang telah
dilakukan hingga saat ini.
Rantai Nilai, Sumberdaya Lokal dan Peran Teknologi
Rantai nilai dan keseluruhan nilai tambah
di sepanjang rantai merupakan penggerak dasar hampir semua jenis
bisnis. Adanya nilai tambah inilah yang menarik para investor untuk
menanamkan modalnya. Secara matematis, nilai tambah merupakan selisih
antara harga dengan seluruh ongkos produksi, karena nilai tambah
ditimbulkan oleh seluruh faktor produksi. Dengan makin ketatnya
persaingan bisnis, maka dunia usaha selalu mencari keunggulan kompetitif
berdasarkan nilai tambah yang diciptakan.
Penumbuhan rantai nilai dengan
berbasiskan kepada potensi lokal merupakan strategi jitu untuk
menggerakkan ekonomi daerah berdasarkan potensi yang dimilikinya. Nilai
tambah yang didapat inilah yang diharapkan dapat menumbuhkan lapangan
kerja dan pendapatan bagi masyarakat setempat. Era otonomi daerah dan
keragaman potensi di Indonesia makin membuka peluang dilaksanakannya
strategi ini. Kerangka pikir ini seyogyanya mendasari penguatan peran
teknologi dalam memperkuat ketahanan pangan.
Dengan demikian seluruh potensi lokal
diramu sedemikian rupa sehingga menguatkan agroindustri yang dibangun di
daerah tersebut. Istilah lain yang juga sering dikaitkan dengan
potensi/sumberdaya lokal adalah indigenous resources yang didefinisikan
sebagai “set of knowledge and technology existing and developed in,
arround and by specific indigenous communities (people) in an specific
area (environment)”. Dengan kata lain, seluruh sumberdaya lokal / indigenous resources
dioptimalkan untuk (1) menggerakkan ekonomi masyarakat dalam rangka
meningkatkan akses ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja dan
pendapatan serta (2) meningkatkan keragaman konsumsi melalui berbagai
menu yang dikembangkan dari bahan tersebut.
Teknologi dapat berperan sebagai penghela
tumbuhnya agroindustri pangan lokal yang dapat menggerakkan ekonomi
masyarakat dan diversifikasi pangan secara simultan.
sumber: klik di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar