Selasa, 21 Oktober 2014

Manfaat Teknologi Informasi dalam Bidang Ketahanan Pangan

Istilah teknologi informasi mulai populer diakhir tahun 70-an. Pada masa sebelumnya istilah teknologi informasi biasa disebut teknologi komputer atau pengolahan data elektornik (elektronik data processing). Teknologi informasi didefinisikan sebagai teknologi pengolahan dan penyebaran data menggunakan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software), computer, komunikasi, dan elektronik digital.
Perkembangan teknologi komunikasi di Indonesia selalu berjalan dari masa ke masa. Sebagai Negara yang sedang berkembang, selalu mengadopsi berbagai teknologi informasi hingga akhirnya tiba di suatu masa di mana penggunaan internet mulai menjadi “makanan” sehari-hari yang dikenal dengan teknologi berbasis intenet (internet based technology).
Perkembangan teknologi informasi dalam bidang pangan jelas dimungkinkan karena adanya pendidikan, penelitian dan pengembangan di bidang pertanian terutama dalam peningkatan produktivitas melalui penerapan varitas unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, pola tanaman dan pengairan. Namun di sisi lain perkembangan tersebut berdampak fatal, misalkan saja penggunaan pestisida dalam pemberantasan hama ternyata dapat menyebabkan penyakit dalam tubuh manusia.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia. Secara internasional, Ketahanan Pangan didefinisikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan tiap individu memiliki akses yang cukup terhadap pangan yang bergizi, sehat dan aman sehingga dapat menjalankan aktiivitas kehidupannya dengan optimal. Undang-undang RI No. 7 tahun 1996 tentang Pangan mendefinisikan Ketahanan Pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman merata dan terjangkau.  Meskipun memiliki perbedaan, terutama pada subjeknya, kedua definisi di atas memperlihatkan betapa luasnya dimensi ketahanan pangan.
Ketersediaan pangan terkait dengan usaha produksi pangan, distribusi dan perdagangan termasuk penyelenggaraan cadangan, ekspor dan impor. Akses penduduk terhadap pangan terkait dengan kemampuan produksi pangan di tingkat rumah tangga, kesempatan kerja dan pendapatan keluarga.  Dalam kaitan ini, pangan bukan hanya beras atau komoditas tanaman pangan (padi, jagung, kedele), tetapi mencakup makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan dan hewan termasuk ikan, baik produk primer maupun turunannya.
Dengan demikian pangan tidak hanya dihasilkan oleh pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan, tetapi juga oleh industri pengolahan pangan. Selanjutnya, pangan yang cukup tidak hanya dalam jumlah tetapi juga keragamannya, sebagai sumber asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) dan zat gizi mikro (vitamin dan mineral); untuk pertumbuhan, kesehatan, daya tahan fisik, kecerdasan dan produktivitas manusia.
Begitu banyak kepentingan bermain di dalam ketahanan pangan ini sehingga program-program dalam rangka ketahanan pangan seringkali menjadi parsial dan belum membentuk orkestra kegiatan yang harmonis. Padahal wadah untuk memainkan simfoni yang harmonis telah tersedia, yaitu Dewan Ketahanan Pangan yang diketuai oleh Presiden. Simfoni harmonis dapat dimainkan oleh orkestra Dewan Ketahanan Pangan jika memiliki partitur yang optimal berdasarkan segenap potensi yang ada dari semua sektor yang terlibat. Salah satu penyebab masih parsialnya program-program ini adalah belum jelasnya indikator-indikator tingkat impact dari setiap subsektor dalam mencapai status gizi yang optimal sebagai muara dari ketahanan pangan yang kuat.
Dalam mencapai tujuan tersebut di atas terjadi pembagian peran dan tanggung jawab berbagai pihak yang berkepentingan. Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Selanjutnya, masyarakat berperan dalam menyelenggarakan produksi dan penyediaan, perdagangan dan distribusi, serta sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang aman dan bergizi.  Dalam perspektif inilah masyarakat bisnis turut bertanggung jawab dalam membangun ketahanan pangan termasuk di dalamnya penumbuhan kegiatan ekonomi yang menimbulkan income dan meningkatkan akses ekonomi terhadap  pangan serta mendukung upaya diversifikasi pangan.
Berangkat dari kerangka di atas, tujuan penulisan makalah ini adalah  memberikan gambaran tentang peran teknologi dalam membangun ketahanan pangan.  Penekanan akan dilakukan terhadap peran teknologi pangan dalam rangka pengembangan nilai komoditi di sepanjang rantai nilainya.  Oleh karena itu pembahasan dimulai dengan pengertian-pengertian dasar, kerangka pengembangan dan pelajaran dan pengalaman yang dapat ditarik berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan hingga saat ini.
Rantai Nilai, Sumberdaya Lokal dan Peran Teknologi
Rantai nilai dan keseluruhan nilai tambah di sepanjang rantai merupakan penggerak dasar hampir semua jenis bisnis. Adanya nilai tambah inilah yang menarik para investor untuk menanamkan modalnya. Secara matematis, nilai tambah merupakan selisih antara harga dengan seluruh ongkos produksi, karena nilai tambah ditimbulkan oleh seluruh faktor produksi. Dengan makin ketatnya persaingan bisnis, maka dunia usaha selalu mencari keunggulan kompetitif berdasarkan nilai tambah yang diciptakan.
Penumbuhan rantai nilai dengan berbasiskan kepada potensi lokal merupakan strategi jitu untuk menggerakkan ekonomi daerah berdasarkan potensi yang  dimilikinya. Nilai tambah yang didapat inilah yang diharapkan dapat menumbuhkan lapangan kerja dan pendapatan bagi masyarakat setempat. Era otonomi daerah dan keragaman potensi di Indonesia makin membuka peluang dilaksanakannya strategi ini. Kerangka pikir ini seyogyanya mendasari penguatan peran teknologi dalam memperkuat ketahanan pangan.
Dengan demikian seluruh potensi lokal diramu sedemikian rupa sehingga menguatkan agroindustri yang dibangun di daerah tersebut.  Istilah lain yang juga sering dikaitkan dengan potensi/sumberdaya lokal adalah indigenous resources yang didefinisikan sebagai “set of knowledge and technology existing and developed in, arround and by specific indigenous communities (people) in an specific area (environment)”. Dengan kata lain, seluruh sumberdaya lokal / indigenous resources dioptimalkan untuk (1) menggerakkan ekonomi masyarakat dalam rangka meningkatkan akses ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja dan pendapatan  serta (2) meningkatkan keragaman konsumsi melalui berbagai menu yang dikembangkan dari bahan tersebut.
Teknologi dapat berperan sebagai penghela tumbuhnya agroindustri pangan lokal yang dapat menggerakkan ekonomi masyarakat dan diversifikasi pangan secara simultan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar